Jika suatu saat aku merindukan terbaring di pangkuanmu
Dengan dendangan lagu yang
sering engkau nyanyikan
Sampai aku tertidur dikala
waktu aku kecil dulu.
Aku harus bagaimana?
Dikala pagi nanti aku terbangun
sendiri
tak lagi mendengar suaramu
yang membangungkanku
Disaat itulah aku juga merasa
kosong
Di ibaratkan bunga matahari
yang tak akan lagi menerima cahaya mentari
Yang tak akan mekar walaupun
setiap harinya disiram dengan air embun.
Sebenarnya, setiap hari kulantunkan
do’a agar di setiap aku terbangun
Hanya bisa melihat senyummu Ibu
Senyum yang tergambar di wajahmu
Membuatku merasa bahagia di
hari-hariku.
Dulu sampai sekarang hati ini
sering bertanya-tanya,
Apakah sudah cukup? jika aku
memberikan semua keperluanmu?
Apakah cukup? Jika setiap hari
aku membasuh kakimu?
Apakah engaku merasa bangga
jika aku mampu berdiri tegak di hadapan orang-orang dan membuatmu bangga dan
Menjujung tinggi namamu?
Aku rasa tidak! Entah dengan
apa aku membalas semua yang kau berikan?
Tanganmu begitu lembut yang
mengalahkan kelembutan kain sutra
Kau kotorkan demi suatu harapan
yang engkau dambakan
Keteguhanmu
mendidikku,memanjakanku,merawatku
Sampai
kau tak mampu lagi memijakkan kakimu di tanah.
Matamu yang dulu tajam
Sekarang mulai pupus.
Ibu,
Do’a yang kau ucapkan
Hanya untuk keselamatanku
Ibu,
Aku sebagai orang yang kau
selamatkan
Merasa tak hidup jika kumembuat
ibu merasakan sakit
Apalagi, sampai –sampai engkau
meneteskan air mata karena ulahku.
Engkau pernah berbohong ibu,
Engkau mengatakan bahwa engkau
sudah makan. Padahal kenyataannya
makanan yang akan kita makan tak cukup untuk kita berdua, itu demi aku
ibu!
Engkau rela menahan dinginnya
malam, memberikanku selimut agar kutetap hangat
Aku tahu ibu dan turut
merasakan hatimu begitu tegar.
tangisanmu tertahankan karena ingin membuatku
tersenyum.
Jika esok hari aku tak lagi
melihat senyummu ibu, aku harus bagaimana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar