Pengertian Kohesi dan Macam-Macam Kohesi



Kohesi
Kohesi merupakan unsur yang menyebabkan sekelompok kalimat membentuk kesatuan makna. Kohesi merujuk pada keterkaitan antara proposisi yang secara eksplisit diungkapkan oleh kalimat-kalimat yang digunakan (Alwi dkk., 1988:41). Kohesi merupakan keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Kohesi lebih cenderung pada pada aspek bentuk  atau dari dalam (internal).
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi termasuk dalam aspek internal struktur wacana. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Tarigan (dalam Gufron, 2010:28) mengemukakan bahwa penelitian terhadap unsur kohesi menjadi bagian dari kajian aspek formal bahasa.
Kalimat-kalimat yang kohesif ditandai oleh adanya peranti kohesi. Menurut Halliday dan Hasan (dalam Gufron, 2010:28)  membagi peranti kohesi wacana ke dalam kelompok  yaitu  kohesi leksikal dan garamatikal. Yang termasuk kohesi garamatikal yaitu referensi, subtitusi, elepesis, dan konjungsi.

a. Referensi
Dalam wacana lisan atau tulisan terdapat berbagai unsur seperti pelaku perbuatan, penderita, pelengkap perbuatan, perbuatan yang yang dilakukan oleh pelaku, dan tempat perbuatan (Alwi dkk., 1998:440). Unsur itu acapkali  harus diulang-ulang untuk mengacu kembali untuk memperjelas makna. Oleh karena itu, pemilihan kata serta menempatkannya harus benar sehingga wacana tadi tidak kohesif, tetapi juga koheren. Dengan kata lain referensinya  harus jelas. Referensi yang di dalamnya ada suatu maksud dasar untuk mengenali dan suatu kerja sama pengenalan tujuan di lapangan. Proses ini tidak hanya membutuhkan kerja seorang penutur dan seorang pendengar.
Referensi (penunjukan) merupakan sebagian suatu bentuk yang merujuk kebentuk yang lainnya menurut Oktafianus (dalam Gufron, 2010:29). Referensi berkaitan dengan menggunakan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya, referensi dibagi menjadi dua bagian yaitu endofora dan eksofora. Referensi endofora adalah apabila hubungan unsur yang diacu berada dalam teks. Referensi eksofora adalah apabila hubungan unsur yang diacu berada diluar teks.
Referensi endofora dapat dipilah lagi menjadi dua yaitu (a) referensi anafora dan (b) referensi katafora menurut Holliday dalam lubis (dalam Gufron, 2010:29). Referensi endofora anafora adalah hubungan antara bagian yang satu dengan yang lainnya dalam teks yang menunjuk pada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya. Referensi endofora katafora adalah mengacu pada sesuatu yang akan disebutkan sesudahnya. Teks berikut adalah contoh adanya referensi endofora yang anaforis.
Hartono menulis buku lagi. Dia memang produktif.
Kata “Dia” pada kalimat yang kedua mengacu pada Hartono, yaitu nama yang telah disebut sebelumnya (pada kalimat pertama). Pola pengacuan masih merujuk pada sesuatu yang berda dalam teks. Jadi, tidak perlu mencari nama Hartono yang mana.
Dan sebaliknya berikut contoh teks referensi endofora yang kataforis.
Dengan sepedanya itu pak Amat menelusuri kota Lamongan.
Pada kalimat di atas pronomina “nya” mengacu pada kata berikutnya, yaitu pak Ahmad.
Menurut tipe objeknya, referensi dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu (1) referensi personal, (2) referensi demonstrasi, dan (3) referensi komperatif. Referensi personal ditandai dengan pemakainan pronomina personal misalnya saya, kami, kita, kamu,engkau, Anda, kalian, dia, mereka. Referensi demonstratif ditandai dengan pemakain kata ganti penunjuk ini, itu, sana, situ, sini. Referensi komperatif ditandai dengan pemakaian kata yang bernuansa perbandingan misalnya seperti,bagaikan, sama, identik, serupa. Berikut contoh dari masing-masing jenis referensi tersebut.
(1)   Kakak dan adik akan berangkat keluar kota. Meraka terpaksa menunda kebarangkatan itu karena ibu sakit.
(2)   Saya berbelanja di mal baru kemarin. Di sana tersedia barang keperluan sehari-hari secara lengkap.
(3)   Rina berusia lima tahun. Usia Rani sama dengan usia Rina.
Ketiga wacana di atas masing-masing memuat referensi persona (wacana 1), referensi demonstratif (wacana 2), dan referensi komparatif (wacana 3). Kata mereka pada wacana (1) mengacu pada kata kakak dan adik. Kata sana pada wacana (2) mengacu pada mal baru. Kata sama pada wacana (3) mengacu pada kata lima tahun.
Berdasarkan bentuknya, referensi dapat dipilah menjadi tiga bagian, yaitu: (1) referensi dengan nama, (2) referensi dengan kata ganti, (3) referensi dengan pelesapan. Referensi dengan nama digunakan untuk memperkenalkan topik (subjek) yang baru atau justru untuk menegaskan bahwa topiknya masih sama sehingga tidak pelu disebut lagi pada bagian-bagian sesudahnya. Referensi dengan kata ganti digunakan untuk menegaskan bahwa topiknya masih sama dan juga sering digunakan untuk meletakkan tingkat fokus yang lebih tinggi pada topik yang dimaksud. Jika topiknya orang, pronominalisasinya dipresentasikan dengan pronomina persona. Akan tetapi, jika topiknya bukan orang atau tidak hidup kata ganti dapat diwujudkan dengan kata ganti petunjuk (ini, itu, sana, situ, sini dan sebagainya).  Referensi dengan pelesapan yaitu penghilangan bagian-bagian tertentu dalam suatu kalimat untuk menunjukan masih adanya pengacuan bentuk dan makna di dalam kalimat lainnya. Salah satu fungsi atau kegunaan dari referensi dengan pelesapan untuk mendapatkan efek efisiensi bahasa. Berikut pengunaan bentuk-bentuk tersebut tampak dalam contoh berikut.
Joko terpilih menjadi lurah di karangjati. Dia dikenal dekat dengan warganya. Desa itu memang membutuhkan pemimpin yang merakyat.
Bentuk dia pada kalimat kedua mengacu pada topik/subjek orang yang bernama Joko, sedangkan kata itu menunjuk pada desa Karangjati.
Hubungan yang ada antara kata-kata dan barang-barang adalah refrensi menurut Lyons (dalam Brown dan Yule, 1996:28). Penuturlah yang mengacu, dengan mengunakan ungkapan yang sesuai  penutur menerapkan ungkapan itu pada referensi dengan perbuatan yang mengacu. Jadi, dalam analisis wacana referensi diperlakukan sebagai perbuatan penutur/penulis.
Agar terjadi referensi yang sukses kita juga harus mengenali peran inferensi (kesimpulan) (Yule, 2006:28). Jadi, refrensi dengan jelas terkait dengan tujuan (maksud) penutur misalnya untuk mengenali sesuatu dan keyakinan penutur (dapatkah pendengar diharapkan untuk mengetahui sesuatu yang khusus) dalam pemakaian bahasa. Tugas dari pendengar adalah menyimpulkan secar benar entitas mana yang dimaksudkan oleh penutur untuk dikenali dengan mengunakan suatu ungkapan percakapan yang khusus. Bahwa referensi yang sukses perlu juga kerjasama antara penutur dan pendengar karena sama-sama memiliki peran untuk memikirkan tentang apa yang sedang dipikirkan oarng lain dalam benaknya. 
b. Subtitusi
Menurut Halliday dan Hasan (dalam Brown dan Yule, 1996:200).  Mereka berpegang pada pandangan subtitusi sederhana yang di situ suatu unkapan dapat begitu saja diganti dengan yang lain dalam teks. Perhatiakn cotoh berikut:
Cuci dan masaklah enam apel. Letakkan mereka ke dalam panci.
Bahwa kata “mereka” pada kalimat yang kedua itu mengacu ke belakang kepada enam apel.
Substitusi (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar. Pengantian dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda atau menjelaskan struktur tertentu menurut Kridalaksana (dalam Ghufron, 2010:31). Substitusi termasuk pemilihan suatu unsur wacana dengan unsur lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antar bentuk kata atau bentuk lain yang lebih besar daripada kata, seperti farsa atau klausa. Berikut ini contoh peranti kohesi gramatikal substisusi.
“Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada pembimbing tesis, yaitu Prof. Dr. Abbas, M.A. Atas bimbingan beliau, penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik.”(Ghufron, 2010:31)
Kata beliau pada kalimat kedua merupakan bentuk yang menggantikan unsur lain yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu pembimbing tesis. Pola penggantian ini menyebabkan kedua kalimat tersebut berkaitan secara kohesif (Ghufron, 2010:31).
Dari pendapat dia atas bahwa substitusi adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar atau pemilihan suatu unsur wacana dengan unsur yang lain yang acuannya tetap sama dengan hubungan antar bentuk kata atau bentuk lain yang lebih besar dari pada kata, seperti frasa atau klausa.
C.  Elipsis
Elipsis (penghilangan/pelesapan) adalah proses penghilangan kata atau satuan-satuan bahasa lain yang dapat dimunculkan kembali dalam pemahamanya. Bentuk atau unsur yang dilesapkan dapat diperkirakan wujudnya dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana dalam Ghufron, 2010:32). Elipsis juga merupakan pengantian unsur kosong (zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan. Tujuan pemakaian elipsis ini, salah satunya yang terpenting ialah untuk mendapatkan kepraktisan bahasa, yaitu agar bahasa yang digunakan menjadi lebih singkat, padat, dan mudah dimengerti dengan cepat. Dengan kata lain, elipsis digunakan untuk efektivitas dan efisiensi berbahasa. Unsur yang biasanya dilesapkan dalam suatu kalimat ialah subjek atau predikat (Fokker dalam Ghufron, 2010:33). Gaya penulisan wacana yang menggunakan elipsis biasanya mengandaikan bahwa pembaca atau pendengar sudah mengetahui sesuatu meskipun sesuatu itu tidak disebutkan secara eksplisit. Berikut ini contoh wacana yang menggunakan peranti kohesi gramatikal elipsis.
“Tuhan selalu memberikan kekuatan dan ketenangan ketika saya menghadapi saat-saat yang menentuakan dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih Tuhan. “(Ghufron, 2010:33)
Kalimat kedua yang berbunyi terima kasih Tuhan sebenarnya merupakan kalimat elips. Ucapan tersebut muncul karena sesuatu yang termuat dalam kalimat sebelumnya. Yaitu keyakinan bahwa Tuhan memberikan kekuatan dan seterusnya kepada penulis tesis. Unsur yang hilang adalah subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi.
Tuhan selalu memberikan kekuatan dan ketenangan ketika saya menghadapi saat-saat yang menentuakan dalam penyusunan tesis ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Tuhan.

d.  Konjungsi
Konjungsi (kata sambung) adalah bentuk atau satuan bahasa yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, bahkan paragraf dengan paragraf (Kridalaksana dalam Ghufron, 2010:33). Konjungsi disebut juga sarana perangkai unsur-unsur kewacanaan.

Konjungsi atau penghubung mempunyai peranan penting dalam wacana. Dengan bantuan kata sambung ini besar peranannya dalam mewujudkan kohesi gramatikal. Perhatikan bahwa di sini kata konjungsi digunakan sebagai salah satu jenis kohesi gramatikal sekaligus sebagai alat gramatikalnya. Konjungsi/penghubung dapat berada di dalam sebuah kalimat/intrakalimat, antarkalimat, atau antarparagraf.
Konjungsi sebagai alat gramatikal yang digunakan untuk menghubungkan satu gagasan dengan gagasan lain di dalam sebuah kalimat disebut konjungsi intrakalimat atau konjungsi antarklausa. Konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan satu gagasan dengan gagasan lain di dalam kalimat yang berbeda disebut konjungsi antarkalimat. Konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan suatu gagasan dengan gagasan lain di dalam paragraf yang berbeda disebut konjungsi antarparagraf.
Contoh konjungsi intrakalimat/antarklausa:
Dia menangis dan istrinya pun tersedu-sedu.
Pak Bukhori sudah meninggal ketika dokter datang.

Contoh konjungsi antarkalimat:
Kami tidak sependapat dengan dia. Meskipun begitu, kami tidak akan menghalanginya.



Contoh konjungsi antarparagraf:
“Adapun terbongkarnya rahasia bahwa di bawah pohon itu tersimpan harta karun, bermula dari cerita Pak Kisah yang pernah menjadi pembantu raja dan turut menanam harta tersebut beberapa puluh tahun yang lalu. “(Ghufron, 2010:34)

Konjungsi yang berada di dalam sebuah kalimat/intrakalimat, antarkalimat, dan antarparagraf seperti pada contoh di atas, masing-masing mempunyai hubungan yang menyatakan sesuatu .

6 komentar:

  1. terimakasih ya... tertolong sekali nih saya dalam mengerjakan tugas mata pelajaran bahasa Indonesia :D

    BalasHapus
  2. Makasih mas Bisarul Ihsan karena telah membantu saya dalam mencari jawaban UN :V

    BalasHapus
  3. Terima kasih mas, saya jadi paham materi ini. Berguna sekali untuk pemahaman materi utbk 🙏😊

    BalasHapus
  4. thank u so much for this lovely blog.

    BalasHapus