kembang menyan



Kembang Menyan

Pagi di sudut kampung masih menyisakan kesunyian berselimut kabut, mendadak ramai oleh kerumunan masyarakat yang sebagian masih berselimutkan sarung menahan dingin yang menusuk kala subuh.
“Ini pasti ulah dukun santet”, teriak salah seorang warga dari dalam kerumunan.
“Iya, tidak salah lagi. Ini pasti ulah dukun santet.” Teriak salah seorang yang lain.
Kesunyian berubah menjadi gemuruh suara yang mulai tak jelas apa yang mereka bicarakan, bisik-bisik dengan suara lirih silih pendapat yang tak bisa ku mengerti, seperti kode rahasia yang hanya bisa dipahami orang dewasa.
Suasana tiba-tiba semakin mencekam seiring dengan suara jeritan tangis yang menyayat membelah kabut yang menghentak sang fajar untuk menampakkan sinar binarnya. Suara wanita paruh baya itu semakin menjadi, sekerumunan warga yang sedari tadi tak henti membicarakan sebungkus kembang menyan beralih fokus dan bergegas menuju sumber suara. Ternyata tangisan itu dari mbok Darmi, dia menangis sembari tangannnya mencengkram kuat-kuat lengan anak perempuannya. Berbagai pertnyaan dilontarkan beberapa orang, tapi mbok Darmi tetap saja menangis menjerit menjadi-jadi, membuat semua orang yang ada di sekelilingnya ikut panik.
“Arum..... Arum sudah tak bernafas lagi.” Teriak mbok Darmi menjelaskan.
Sontak warga seketika tercengan tak menyangka Arum meninggal secara tiba-tiba. “Ini pasti ada kaitannya dengan kembang menyan yang ada di samping jembatan tadi.” Gumam salah satu warga yang di ikuti dengan desas-desus lirih silih berganti menyetujui. Salah seorang lagi bergegas lari menuju rumah tetuah desa melaporkan kejadia itu.
Setibanya tetuah di rumah mbok Darmi keadan sudah riuh ramai bergemuruh. “Arum menjadi korban tumbal dukun santet.” Celetuk tetuah pada sekerumunan warga. “Besok, kita harus mengadakan upacara sesembahan kembang tujuh rupa dan darah ayam jago untuk keamanan desa kita agar desa kita terlindungi dan tidak ada korban lagi.” Cetus tetuah desa. Lagi-lagi kerumunan itu bergemuruh riuh entah apa yang mereka bicarakan, suaranya begitu lirih tak bisa ku mengerti. Sebagian lagi hanya menganggukan kepala mengiyakan apa yang di tuturkan tetuah desa.
********
Keesokan harinya semua warga sudah berkumpul di pinggir jembatan, sementara kembang menyan misterius itu masih dibiarkan utuh tanpa ada satu orang pun yang berani menyentuhnya. Upacara dipimpin langsung oleh tetuah desa, sesajen dan kembang tujuh rupa diletakkan di pinggir kembang menyan misterius, kemudian ayam-ayam jago dipotong dan darahnya di taruh dalam cawan antik. Sementara gadis-gadis muda menari-nari sejadi-jadinya seperti kesurupan, menambah suasana menjadi semakin mencekam.
Dupa dinyalakan, tetuah memulai membacakan mantra yang entah apa aku tak mengerti, bahkan mungkin tidak ada yang mengerti yang di ucapakan kecuali tetuah itu sendiri. Setelah mantra selesai dikomat-kamitkan. cawan yang berisikan darah ayam kemudian disiramkan di atas kembang menyan misterius, seketika angin bergemuruh menyambar dan memporak-porandakan apa saja yang menghalanginya, tempat sajen meledak bagai ranjau yang terinjak musuh menghempaskan semua yang ada di dekatnya termasuk juga tetuah yang terhempas dan seketika juga ia meninggal dunia menyisakan ketakutan dan trauma yang teramat dalam bagi masyarakat.
Setelah kejadian itu, keadaan desa menjadi semakin mencekam. Setiap malam yang menyambut, tak ada yang berani keluar rumah, semua warga bersembunyi di balik dinding-dinding bambu, bahkan suara-suara jangkrik tak lagi terdengar, yang ada hanya suara ketakutan memekik telinga.
Hampir setiap pagi ada korban jiwa yang meninggal secara misterius, kali ini bukan anak-anak gadis yang menjadi korban, namun setiap laki-laki dari yang masih anak-anak hingga yang sudah menua. Wanita-wanita banyak yang menjada, suasana begitu lengang, kebahagiaan berubah menjadi tatapan mata penuh dengan ketakutan yang teramat dalam.
Tak ada jalan keluar, tetuah sudah meninggal. Jika ada yang pergi dari desa, maka pilihannya hanya ada dua, hidup namun menjadi gila, atau mati secara misterius setelah menginjakkan kaki di luar perbatasan kampung.
Orang-orang masih sibuk dengan pertanyaan yang menumpuk di kepala mereka dan tak juga menemukan jawaban. Apakah yang terjadi dengan desa kita? Apakah desa kita terkena kutukan leluhur?
Keadaan mulai berangsur pulih normal kembali. Mereka mulai bangkit dan mencoba melupakan kejadian-kejadian yang menakutkan yang menimpa mereka. Suara bising teriakan petani yang menyapa mulai terdengar, riuh tawa anak-anak menutup kebisuan. Tak disangka suara gemuruh dari balik bukit mengikuti semangat mereka, semua mata tertuju mengarah pada balik bukit, semangat menjadi was-was, hanya hitungan detik, tak ada waktu lagi seketika bola api menghempas ke tanah pijakan mereka, meluluh lantakkan semua, wajah-wajah hangus terbakar nyala api dari langit. Tak ada yang tersisa, pagi itu adalah pagi terakhir mereka saling sapa dan tersenyum.



Oleh :Bisarul Ihsan, Bojonegoro 2015

makna idiom dan peribahasa (linguistik umum)



Linguistik umum
(Makna Idiom dan Peribahasa)

Dosen Pengampu
Dr. H. MASKUB, M.H




 

Oleh:

BISARUL IHSAN
15.062.101.0229

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN
PASCASARJANA
2016




MAKNA IDIOM DAN PERIBAHASA
A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Dalam  berkomunikasi,  dibutuhkan  bahasa sebagai alat  untuk  berkomunikasi  yang disepakati oleh  masyarakat  pengguna  bahasa  itu  sendiri.  Dikarenakan  hal tersebut  dapat dibuat batasan mengenai pengertian bahasa, bahwa Bahasa adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain” (Sutedi,2003:2). Selain itu, dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi,  maka semua yang ada disekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi.
Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupannya di masyarakat,  kegiatan  manusia itu  tidak  tetap dan selalu  berubah,  maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang  keberadaan  manusia  itu  sebagai  makhluk  yang  berbudaya  dan  bermasyarakat. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.
Berbahasa atau  menggunakan  bahasa pada  dasarnya adalah  menggunakan  makna. Oleh sebab itu, mempelajari bahasa termasuk didalamnya mempelajari makna-makna yang sudah disepakati oleh penutur bahasa itu dan mempelajari bagaimana menggabungkan setiap unsur bahasa yang memiliki makna menjadi suatu ungkapan bahasa yang baik dan benar.
Minat terhadap bahasa dan masalah-masalah linguistik  praktis secara terpisah mengarah ke ilmu linguistik yang lebih dari satu pusat peradaban. Masing-masing memiliki keunggulan dan pencapaiannya sendiri, dan dalam gerak perkembangaan sejarah masing-masing telah menyentuh tradisi linguistik Eropa dan memberi sumbangan kepada tradisi tersebut. Akan tetapi karena dalam zaman ini ilmu Eropa telah menjadi ilmu dunia, dan linguistik bukan merupakan pengecualian dalam hal ini, kita dapat  menelusuri sejumlah besar aliran kajian linguistik yang mengalir dalam tradisi Eropa dan menjadi bagian dari tradisi itu pada zaman yang berbeda-beda, sehingga membentuk ilmu linguistik sebagaimana yang dikenal dunia sekarang ini (Robins, 1995:7). Salah satunya adalah linguistik tradisional.Salah satu objek  kajian  semantik  yaitu  makna  idiom.  Idiom mempunyai peranan penting dalam komunikasi sehari-hari. Idiom hadir setiap saat manusia berkomunikasi antara satu dengan yang lain dalam kegiatan sehari-hari, baik lisan maupun tulisan.
Abdul Chaer (1984:74) mengatakan bahwa idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Selain itu, Gorys Keraf (1985:109) menyatakan bahwa idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang  membentuknya. Harimurti Kridalaksana (1982:62) menyatakan bahwa idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Fatimah Djajasudarma (1993:16) menyatakan makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya.
2.      Tujuan Penulisan
a.       Untuk mendiskripsikan makna-makna idiom.
b.      Untuk mengetahui fungsi makna idiom.
c.       Untuk mengetahui ungkapan-ungkapan dalam idiom dan peribaha

B.     PEMBAHASAN
1.      Makna Idiom
a.       Pengertian Makna Idiom
     Ungkapan atau idiom merupakan gabungan kata yang memiliki makna yang bukan makna dari unsur kata-kata pembentuknya. Artinya ungkapan memiliki makna baru setelah dua kata atau lebih menyatu. Arti kata (makna) dalam sebuah idiom tidak bisa ditafsirkan dengan menerjemahkan unsur-unsur penyusunnya. Dalam Bahasa Inggris, idiom atau ungkapan dikenal dengan istilah idiomatic phrase. Ungkapan dalam tatanan Bahasa Indonesia menduduki fungsi sebagai pelengkap predikat. 
     Ungkapan atau idiom seringkali digunakan dalam kalimat kiasan agar penyampaian  makna lebih berkesan. Sering kali juga pemilihan diksi dengan ungkapan digunakan untuk menyampaikan sesuatu, seperti berita, perasaan, nasihat, dan lainnya. Sebagai contoh ungkapan atau idiom ialah buaya darat. Ungkapan buaya darat memiliki makna yaitu lelaki yang suka merayu wanita.
     Ungkapan buaya darat ialah makna yang bukan sesungguhnya (denotasi), yang berarti ungkapan buaya darat bukanlah buaya yang tinggal di darat, namun idiom buaya darat memiliki makna tersendiri yang sangat berbeda dengan makna unsur kata penyusunannya. Dengan demikian, idiom atau ungkapan dapat dibentuk dari gabungan kata yang dapat digunakan sebagai penggambaran makna yang ingin diungkapkan. Oleh karena itu idiom termasuk diksi konotasi.
     Dibawah ini akan diberikan contoh ungkapan atau idiom berikut artinya, yang mungkin sudah tidak asing ditelinga kita.
1)        Lintah darat: rentenir
2)        Hidung belang : genit
3)        Meja hijau : pengadilan
4)        Kembang desa : gadis yang paling cantik disuatu desa
5)        Besar kepala: sombong
6)        Kecil hati : minder
b.      Berdasarkan makna unsur pembentuknya, ungkapan dapat dikelompokkan menjadi dua macam :
1)      Ungkapan penuh (idiom penuh) berupa kata ataupun frasa yang maknanya tidak tergambar pada unsur-unsurnya.
Contoh:
Kita tidak boleh menjual gigi ketika mengunjungi korban lumpur panas.
menjual gigi = tertawa keras-keras
2)      Ungkapan sebagian (idiom sebagian) berupa kata atau frasa yang maknanya masih tergambar dalam makna unsur pembentuknya.
Contoh:
Kampung Kedungbendo seperti desa mati karena gelap gulitadan sunyi.
gelap gulita = gelap sekali

c.       Berdasarkan kata yang membentuknya, ungkapan dapat dibagi menjadi tujuh macam:
1)      Ungkapan dengan bagian tubuh
Contoh:
Masyarakat Porong bahu-membahumembersihkan lumpur di jalan dan desa.
bahu-membahu = bergotong-royong
2)      Ungkapan dengan indra
Contoh:
Meskipun jauh di mata, tetapi aku dapat merasakan penderitaan penduduk Kedungbendo.
jauh di mata = terpisah jauh
3)      Ungkapan dengan warna
Contoh:
Bantuan bagi korban lumpur panas dibuatkan perjanjian hitam di atas putih agar dapat dimintakan pertanggungjawaban jika terjadi penyelewengan.
hitam di atas putih = dibuatkan secara tertulis
4)      Ungkapan dengan nama benda-benda alam
Contoh:
Banyak korban lumpur panas yang tidak masuk buku untuk mendapatkan dana dan bantuan.
tidak masuk buku = tidak masuk dalam hitungan
5)      Ungkapan dengan bagian-bagian tumbuhan
Contoh:
Wilayah desa Kedungbendo dibatasi dengan batang air.
batang air = sungai
6)      Ungkapan dengan nama binatang
Contoh:
Coba hindari adu domba jika menyelesaikan kasus ini!
adu domba = menjadikan pertengkaran
7)      Ungkapan dengan kata-kata yang menunjuk bilangan.
Contoh:
Dampak luapan lumpur membuat masyarakat mendua hati.
mendua hati = bimbang, ragu

2.      Peribahasa
a.       Pengertian Peribahasa
Peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang menyatakan suatu maksud, keadaan seseorang, atau hal yang mengungkapkan kelakuan, perbuatan atau hal mengenai diri seseorang. Peribahasa mencakup ungkapan, pepatah, perumpamaan, ibarat, tamsil. (Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Badudu-Zain (1994).
Peribahasa merupakan ungkapan yang walaupun tidak langsung namun secara tersirat menyampaikan suatu hal yang dapat dipahami oleh pendengarnya atau pembacanya karena sama-sama hidup dalam ruang lingkup budaya yang sama.
Peribahasa merupakan susunan kata-kata yang teratur, sedap didengar dan cukup bermakna. Peribahasa dibentuk atau dicipta berdasarkan pandangan dan perbandingan yang teliti terhadap alam sekeliling dan peristiwa-peristiwa yang berlaku dalam masyarakat. Oleh sebab peribahasa dibentuk dengan satu ikatan bahasa yang indah dan padat, maka melekatlah peribahasa itu di mulut orang ramai turun-temurun.
Contoh:
1)        Belum bertaji hendak berkokok. Artinya : Belum berilmu/kaya/berkuasa sudah hendak menyombongkan diri. 
2)        Belum beranak sudah ditimang. Artinya : Belum berhasil, tetapi sudah bersenang-senang lebih dulu. 
3)        Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Artinya : Bersama-sama dalam suka dan duka, baik buruk sama-sama ditanggung. 
4)        Biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Artinya : Biarpun banyak rintangan dalam usaha kita, kita tidak boleh putus asa.
b.      Fungsi Peribahasa
Fungsi peribahasa dalam masyarakat kita boleh lihat dalam beberapa aspek seperti yang dijelaskan di bawah.
1)      Mewujudkan keseronokan dalam pergaulan
Kerseonokan dalam pergaulan menunujkkan individu yang terlibat dalam pergaulan tersebut merasa gembira dan selesa semasa bergaul. Kadang-kandang terdengar tawa dan wajah yang ceria sentiasa ditunjukkan. Keseronokan dalam komunikasi berlaku apabila kesefahaman wujud dan terselit unsur humor di dalamnya. Unsur humor ini boleh ditunjukkan dengan adanya penggunaan perumpamaan yang sedikit jenaka tetapi tidak keterlaluan. Berikut beberapa contoh peribahasa atau perumpamaan yang boleh digunakan dalam pergaulan untuk tujuan menimbulkan keseronokan.
Dalam pergaulan, keseronokan boleh timbul apabila ada pujian yang ikhlas dan jujur di antara individu yang terlibat. Contohnya anda dan sahabat anda baharu sahaja pulang dari kelas mengaji. Secara jujurnya anda ingin memuji kelunakan suara sahabat anda yang begitu pandai mengaji. Maka anda boleh mengatakan “Amin suara kamu merdu bagai bulu perindu”. Perumpamaan ini bermaksud pujian yang berkias dengan bahasa yang lebih lembut dan menyeronokan.
Mungkin anda juga mahu bergurau dengan sahabat anda dalam majlis yang kamu hadiri. Selesai sahaja makan dan merasa kenyang anda meminta izin pulang dengan sedikit gurauan dalam komunikasi. Gurauan seperti ini mungkin anda boleh gunakan, “Kamal saya mahu pulang, saya seperti pacat kenyang”. Gurauan ini bermaksud anda pulang tergesa-gesa selepas sahaja makan dengan kenyang. Mungkin anda ada hal penting yang ingin diselesaikan. Mendengar ungkapan ini rakan-rakan anda pasti gelak bukan bertujuan menyindir tetapi seronok kamu berbahasa dengan menggunakan kiasan.
2)      Memberi nasihat
Perumpamaan juga boleh digunakan dalam memberikan nasihat. Penggunaan perumpamaan dalam memberi nasihat bertujuan untuk menyedarkan seseorang dengan membandingkan perbuatannya dengan sesuatu benda yang mujud. Keadaan ini sebenarnya lebih berkesan kerana orang yang menerima nasihat akan sedar tentang kelemahan atau perbuatan yang tidak baik dia lakukan umpama benda yang digambarkan dalam peribahasa. Contohnya, mungkin anda mahu menasihatkan kawan anda supaya memberi didikan kepada anak bermula dari kecil lagi supaya sasiahnya boleh dibentuk dengan lebih mudah. Anda akan berkata dengan perumpamaan “kalau menasihatkan kanak-kanak biarlah bermula dari mereka kecil, bak kata pepatah melentur buluh dari rebungnya”. Setelah menilai nasihat anda, memang benar rebung mudah dilentur sebelum menjadi buluh yang dewasa. Begitu juga dangan kanak-kanak, mereka lebih mudah dibentuk sebelum menjadi dewasa. Setelah membandingkan benda konkrit dalam peribahasa tersebut iaitu ‘rebung’ dengan ‘kanak-kanak’ maka kawan anda akan lebih sedar supaya memberi nasihat yang terbaik kepada anak-anak sejak mereka kecil kerana mereka lebih mudah dinasihati pada waktu umur yang muda.
3)      Menyindir dengan sopan
Perumpamaan juga boleh digunakan untuk menyindir dengan sopan. Menyindir dengan sopan bertujuan untuk menegur seseorang dengan bahasa yang bertapis supaya tidak keterlaluan tetapi memberikan mesej yang tajam. Menyindir dengan sopan menandakan seseorang itu bijak menggunakan bahasa supaya mesej yang disampaikan berkesan dan orang yang mendengarnya dapat memperbetulkan kesilapannya. Perumpamaan yang sederhana dan bersifat praktikal boleh digunakan supaya maksudnya betul-betul sampai kepada penerima. Contoh perumpamaan yang digunakan untuk menyindir seseorang adalah seperti situasi yang berikut. “Akmal kamu tidak akan dapat kahwin sekiranya terus duduk diam seperti Mat Jenin, pergilah bekerja”. Sindiran seperti ini boleh menyedarkan seseorang supaya bertindak untuk mendapatkan keinginannya.
4)      Menyatakan pendirian yang tegas
Perumpamaan juga boleh digunakan untuk menyatakan pendirian yang tegas dengan menggunakan pemilihan kata dan kiasan yang memberi kesan yang sangat mendalam. Kadangkala kita mahu menyatakan pendirian dengan menggunakan kata putus yang biasa diungkapkan, namun kata putus ini lebih jelas dan tegas sekiranya disertakan dengan perumpamaan. Contohnya, perumpamaan “seperti berkerat rotan berpatah arang” yang bermaksud memutuskan tali persahabatan atau persaudaraan dengan niat tidak mahu menyambungkannya semula. Perumpamaan yang dibayangkan dengan kiasan berkarat rotan dan berpatah arang cukup jelas bahawa pendirian yang dibuat itu adalah sungguh-sungguh dan tegas.
Secara keseluruhannya, peranan perumpamaan sangat jelas dalam mendidik masyarakat. Perumpamaan yang tergolong dalam peribahasa perlu dipraktikkan supaya tidak hilang ditelan zaman kerana perumpamaan merupakan khazanah bahasa yang tidak ternilai harganya. Generasi baharu perlu sedar bahawa perumpamaan bukanlah kata-kata yang biasa tetapi merupakan ketertinggian permikiran. Za’ba pernah menyatakan bahawa peribahasa merupakan lidah pendeta. Pernyataan ini jelas menggambarkan nilai dan ilmu yang terkandung dalam perumpamaan itu. Dengan hal yang demikian, perumpamaan ini juga perlu diajar di sekolah dengan sungguh-sungguh kerana perumpamaan yang termasuk dalam peribahasa merupakan salah satu karya sastera yang perlu dihayati seperti mana yang dikehendaki dalam sukatan pelajaran bahasa Melayu.
Bagi memupuk minat terhadap perumpamaan, berikut merupakan beberapa himpunan perumpamaan yang boleh kita mula praktikkan dalam pertuturan seharian dan juga dalam penulisan.
Seperti ayam tambatan (orang yang berani)
Seperti anak muda jolong berkeris (keghairahan seseorang untuk menggunakan sesuatu yang baharu diperolehinya)
Seperti anjing dengan bayang-bayang (orang yang sangat tamak selalu rugi)
Seperti belut pulang ke lumpur (anak kampung pulang ke tempat asalnya)
Seperti belanda minta tanah (mula-mula minta sedikit tetapi akhirnya ingin memiliki semua)
Seperti bersaksi ke lutut (bersaksi kepada keluarga dendiri)
Seperti berkerat rotan berpatah arang (memutuskan tali persahabatan atau persaudaraan dengan niat tidak mahu menyambungkannya semula)
Seperti buluh perindu (suara yang sangat merdu)
Seperti durian dengan timun, menggolek binasa, kena golekpun binasa (orang yang lemah dan tidak berupaya hendak menentang orang yang kuat dan berkuasa.)
Seperti duri dalam daging (menanggung beban masalah yang sukar diatasi. Lama-kelamaan masalah itu semakin berat dan mendatangkan mudarat)

C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Ungkapan atau idiom merupakan gabungan kata yang memiliki makna yang bukan makna dari unsur kata-kata pembentuknya. Artinya ungkapan memiliki makna baru setelah dua kata atau lebih menyatu.
Berdasarkan makna unsur pembentuknya, ungkapan dapat dikelompokkan menjadi dua macam : yaitu idiom penuh dan idiom sebagian.
Berdasarkan kata yang membentuknya, ungkapan dapat dibagi menjadi tujuh macam: (1) Ungkapan dengan bagian tubuh, (2) Ungkapan dengan indra, (3) Ungkapan dengan warna, (4) Ungkapan dengan nama benda-benda alam, (5) Ungkapan dengan bagian-bagian tumbuhan, (6) Ungkapan dengan nama binatang, (7) Ungkapan dengan kata-kata yang menunjuk bilangan.
Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Robins, R.H. 1995. Sejarah Singkat Linguistik edisi ketiga. Bandung: ITB Bandung.
Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.